Panduan Perjalanan ke ‘Kampung di Atas Awan’ Wae Rebo

Perjalanan ke ‘Kampung di Atas Awan’ Wae Rebo - www.idntimes.com
Perjalanan ke ‘Kampung di Atas Awan’ Wae Rebo - www.idntimes.com

Wae Rebo merupakan sebuah desa adat terpencil yang berada di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa yang masih menjunjung tinggi adat dan budayanya ini berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan (mdpl). Tak heran jika kawasan perkampungan tradisional ini sering kali diselimuti awan tebal. Bahkan beberapa turis yang pernah melakukan ke Wae Rebo menyebut desa ini sebagai kampung di atas awan.

Wae Rebo sendiri termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai. Di kampung tersebut hanya ada 7 rumah utama yang disebut dengan Mbaru Niang. Menurut legenda masyarakat, nenek moyang mereka asalnya dari Minangkabau, Sumatera.

Bacaan Lainnya

Karena lokasinya berada di atas bukit, perjalanan menuju Wae Rebo pun membutuhkan perjuangan ekstra. Tapi Anda tak usah khawatir, karena kerja keras dan perjuangan Anda untuk menuju lokasi akan terbayar dengan keramahan penduduknya serta keindahan alam Wae Rebo yang begitu mempesona.

Jika Anda ingin backpacker atau traveling ke Wae Rebo, Anda bisa berangkat dari mana saja. Yang terpenting, Anda harus memulai perjalanan dari Labuan Bajo atau Ruteng terlebih dulu. Agar lebih jelas, Anda bisa menyimak penjelasan berikut.

‘Kampung di Atas Awan’ Wae Rebo – travel.kompas.com

Perjalanan ke Wae Rebo

Jika sudah sampai di Labuan Bajo, Anda bisa beristirahat terlebih dahulu. Ada banyak penginapan murah maupun hotel di sana. Kemudian dari Labuan Bajo, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Ruteng. Untuk menuju Ruteng, Anda dapat naik travel atau menyewa kendaraan. Adapun travel ke Ruteng berkisar mulai Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per orang. Jika ingin mobil, Anda perlu menyiapkan antara Rp500-700 ribu per hari, dan sewa motor Rp70-120 ribu per hari. Dari Labuan Bajo ke Ruteng butuh waktu sekitar 3-4 jam perjalanan.

Jika ingin lebih cepat, Anda bisa naik dari Labun Bajo ke Denge. Kenapa tidak naik mobil? Pasalnya ada satu jalur yang tak bisa dilewati dengan mobil, yakni Lembor. Dilansir Berjalanterus, di situ ada sebuah jembatan yang hanya dapat dilalui oleh motor. Dari Labuan Bajo, Anda bisa menuju melewati Gereja St. Petrus dan Paulus Denge. Dibandingkan rute Labuan Bajo-Ruteng, rute Labuan Bajo-Denge jika lewat Lembor hanya sekitar 3 jam.

Kemudian jika dari Ruteng, Anda bisa naik ojek ke Desa Denge dengan harga sekitar Rp150-200 ribu sekali jalan. Dari Ruteng ke Denge memakan waktu sekitar 3-4 jam. Desa Denge adalah kampung terakhir yang dapat diakses dengan kendaraan bermotor. Selanjutnya, Anda harus berjalan kaki untuk sampai di Wae Rebo.

Perlu Anda ingat, karena Anda akan menuju sebuah desa terpencil, maka kemungkinan sinyal hp akan sangat sulit. Kalaupun bisa muncul, biasanya hanya di titik-titik tertentu saja. Saat tiba di Denge, Anda dapat bertanya info tentang perjalanan ke Wae Rebo pada penduduk setempat. Nantinya mereka yang akan mengantar Anda menuju pos pertama yang ada di kampung tersebut.

Dari pos 1, Anda harus jalan kaki atau trekking ke Wae Rebo lantaran akses jalannya hanya berupa jalan setapak. Jarak dari pos 1 ke pos 2 membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam karena jalur yang Anda lalui masuk area hutan yang menanjak dan cukup terjal. Di sepanjang jalan, Anda akan menikmati pemandangan alam yang indah dengan panorama pepohonan rindang serta bunga anggrek hutan.

Sebelum masuk perkampungan Wae Rebo, Anda akan menemukan rumah kasih ibu. Di tempat tersebut kabarnya Anda diminta untuk membunyikan kentongan. Kentongan itu sebagai tanda bahwa akan ada tamu yang berkunjung ke Wae Rebo. Nah, perjalanan dari pos 2 ke Wae Rebo sekitar 1 jam.

Saat tiba di Wae Rebo, Anda bakal disambut oleh penduduk dan juga pemuka adat. Tak perlu khawatir, karena sudah ada pemandu yang sengaja disediakan oleh pemerintah setempat untuk memberikan berbagai informasi penting terkait Wae Rebo pada wisatawan domestik maupun mancanegara yang datang.

Penduduk Kampung Wae Rebo – www.indonesiakaya.com

Sebelum berjalan-jalan atau melihat barang-barang antik di Wae Rebo, Anda biasanya akan diajak untuk upacara adat terlebih dahulu. Saat hendak masuk ke rumah adat utama, kabarnya pengunjung akan dimintai uang pa’u wae lu’u sekitar Rp50 ribu yang digunakan untuk meminta izin pada leluhur Wae Rebo supaya pengunjung dilindungi selama ada di desa dan juga saat perjalanan pulang.

Nah, untuk urusan akomodasi, biasanya Anda akan ditarik biaya hingga Rp350 ribu per orang apabila ingin menginap. Tetapi bila tidak menginap, hanya dikenai biaya sekitar Rp250 ribu. Tak hanya sang pemandu, selama berada dalam rumah adat utama tersebut akan ada beberapa tetua adat yang siap bercerita banyak hal seputar adat-istiadat yang dianut Wae Rebo.

Salah satu keunikan di Wae Rebo adalah rumah adatnya yang berbentuk bulat mirip sebuah kerucut setinggi 30 meter yang dibuat dari perpaduan alang-alan dan ijuk yang menjuntai sampai ke tanah. Sedangkan untuk bagian lantainya terbuat dari papan. Bangunan rumah adat ini kabarnya sama sekali tak menggunakan paku untuk menyambungkan papan-papan kayu, tetapi hanya bermodalkan tali ijuk dan rotan. Unik sekali ya?

Hal unik lainnya, rumah-rumah adat tersebut sengaja dibangun menghadap compang. Compang adalah sebuah tempat untuk meletakkan sesajian yang ada tepat di tengah kampung. Lewat compang itu, warga Waerebo percaya bahwa mereka bisa mendekatkan diri dengan alam, leluhur, dan Tuhan. Setiap rumah pun berbentuk bulat karena mereka meyakini filosofi bahwa dalam bulatan ada keadilan.

Pos terkait